Tak perlulah memiskinkan diri dalam asmara

Seperti biasa, hari ini, saya melaksanakan agenda rutin harian saya, yaitu mengecek wall facebook. Ada banyak sekali status yang muncul di facebook, sungguh beraneka ragam, mulai dari pemberitahuan, curhatan, umpatan, sampai doa harian. Dan dari sekian banyak status yang nyangkut di wall facebook saya, ada satu status dari seorang kawan yang membuat saya tertarik, statusnya seperti berikut ini

Aku tahu, aku bukan orang kaya, aku tak punya mobil seperti mereka, aku hanya punya satu motor yang selalu setia menemaniku berangkat kuliah, aku tak bisa membahagiakanmu dengan harta berlimpah, seperti yang bisa mereka lakukan untukmu, tapi percayalah, cintaku suci padamu


Bah, Muak saya membaca status tersebut, bagaimana mungkin dia bisa berkata miskin padahal dia punya motor, bisa kuliah pula (dan saya tahu, dia kuliah bukan dengan beasiswa), yah setidaknya atas biaya orang tua. Apa bukan naif itu namanya?

Saya yakin, anda juga pasti pernah membaca status serupa.

Saya heran, mengapa banyak pemuda kita selalu memiskinkan diri dalam urusan asmara, seolah-olah semua yang berbau kemiskinan itu identik dengan cinta suci dan sejati, serta penuh dengan kesederhanaan. Apa ini karena pengaruh FTV yang kerap menggunakan lelaki miskin sebagai peran protagonis? entahlah

"Walau kita hidup susah, tapi aku akan tetap bahagia asalkan hidup denganmu!" ah entut ndes!

Memangnya lelaki kaya tak punya cinta sejati? Memangnya yang punya mobil cintanya tidak suci? think again! justru bisa jadi, si lelaki kayalah yang punya cinta sejati, dan untuk membuktikan cinta sejatinya, maka dia berusaha keras dan giat bekerja agar bisa menghidupi sang pujaan hati kelak. Maka jadilah dia lelaki sukses dan kaya.

Saya berguman heran saat melihat cuplikan film Habibie-Ainun (maaf jika agak mendiskreditkan), adegan dimana salah seorang kerabat mengingatkan Habibie yang sedang berusaha mendapatkan cinta Ainun, kira-kira begini dialognya:

"Rudi, kau ini harusnya sadar, Ainun itu pinter dan cantik, banyak yang suka padanya, dan berusaha mendekatinya, dan hampir semuanya orang hebat, ada yang Tentara, Hakim, Polisi, anak pejabat, dan lain sebagainya, sedangkan kamu apa?" dan Rudi (Habibie) pun menjawab dengan pelan, "Mau hebat tapi kalau hatinya tidak satu frekuensi, sama saja Toh!".

Helooooow, perlu diketahui bahwa saat Itu Habibie statusnya anak kuliahan Jerman, Ibundanya anak seorang dokter mata berada, ayahnya, Puspowardjojo juga merupakan seorang pemilik sekolah. Jadi jelas Habibie bukan lelaki biasa. Lalu mengapa dalam Film Habibie seolah-olah digambarkan sebagai pria jelata biasa? agar terlihat menyentuh begitu? Saya sadar, film Habibie-Ainun memang lebih menitikberatkan pada kisah cinta pak habibie, dan bukan latar belakang maupun kesukesannya. Tapi tetap saja "memiskinkan Pak Habibie" bukan sesuatu yang pantas menurut saya.

Ayolah saudaraku sekelamin, sebangsa, dan setanah air, jangan memiskinkan diri dalam asmara, saya yakin, wanita pasti bosan dengan pemiskinan diri kalian, Sekali-kali, mengayakan diri dalam asmara juga tak ada salahnya kok.

Kalau saya sih kelihatannya memang miskin, jadi jangan protes kalau saya buat status facebook yang bernada memiskinkan diri.



Minggu, 16 Juni 2013

Ada 2 Komentar untuk postingan Tak perlulah memiskinkan diri dalam asmara

  1. Anonim mengatakan:

    maunya sih mengayakan diri, tapi takut dikira sombong

  2. Unknown mengatakan:

    Wah, ttg adegan di film Habibie itu saya setuju Mas, memang sepertinya dibikin lebay...hehe