Generasi Platinum, Generasi yang Malang

Dari namanya yang agak berbau kimia, mungkin orang akan langsung wah (atau minimal berkata wow) begitu mendengar istilah Generasi Platinum. Menurut cara pandang saya sendiri, Platinum memang berkesan sebagai sesuatu yang mewah, elegan, eksklusif, dan sejenisnya.

Lalu sebenarnya, siapa apa sih Generasi Platinum itu? Generasi Platinum adalah penyebutan bagi anak-anak yang lahir setelah tahun 2000, dinamakan sebagai generasi platinum karena mereka memang terlahir di masa keterbukaan teknologi, keterbukaan cara berpikir, keterbukaan berperilaku, serta ketersediaan sarana pendidikan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya.



Lho, jika begitu kenyataanya, kenapa saya menyebut generasi platinum sebagai generasi yang malang? Alasannya mudah saja, karena menurut saya, generasi platinum adalah generasi yang sangat sedikit sekali mengecap masa kanak-kanak yang hakiki. Berbeda jauh dengan generasi Milenium (generasi yang lahir antara tahun 1990-2000) seperti saya, ataupun generasi X ((generasi yang lahir antara tahun 1965 sampai 1980-an) seperti ayah saya.

Bayangkan, di masa kecil saya, saya masih bisa melihat berbagai tayangan televisi khas anak kecil setengah hari penuh meski hanya seminggu sekali, di rentang masa kecil saya (antara tahun 1995-2000), hampir semua channel di televisi menjadi monopoli anak-anak pada hari minggu pagi sampai minggu siang, semua channel dari Indosiar sampai SCTV berusaha menampilkan acara anak-anak terbaiknya, mulai dari serial kartun, Tokusatsu robot, sampai acara edusains. Berbeda jauh dengan Generasi platinum sekarang yang hari-harinya hanya disuguhi dengan tontonan-tontonan dewasa seperti reality show gadungan, gosip, dan acara-acara tak mendidik lainnya. bahkan di hari minggu pun, hanya beberapa stasiun televisi yang sudi mau menayangkan acara anak-anak, itupun tidak setengah hari penuh, paling hanya sampai jam 10 siang.

Selain itu, dulu di jaman masa kecil saya, saya bisa mendengarkan lagu-lagu anak-anak yang rutin diputar di berbagai acara musik anak seperti Tralala-trilili, Ci luk ba, dan juga pentas anak, bahkan saya sampai punya banyak idola penyanyi anak seperti Joshua, Meisyi, Trio kwek-kwek, Tasya, dan artis cilik lainnya (yang sekarang rata-rata sudah jadi artis dewasa tapi masih kurang laku sisi dewasa-nya). Bandingkan dengan generasi platinum sekarang, alih-alih mendengarkan lagu anak-anak, mereka justru dicecoki dengan berbagai lagi cinta (yang tentu saja hanya cocok untuk kaum dewasa) ala Girlband dan Boyband, Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, berbagai acara pencarian bakat tarik suara yang dikhususkan untuk anak-anak seperti Idola Cilik, Avi Junior, dsb justru sering sekali tidak seratus persen berisi lagu anak, melainkan ada beberapa lagu cinta dinyanyikan oleh para peserta yang masih kanak-kanak, padahal bisa jadi ada beberapa di antara mereka yang mengeja kata Ce I En Te A saya belum bisa.



Tak cukup sampai di situ, kemalangan Generasi Platinum di mata saya masih berlanjut di segmen pendidikan, di masa kecil saya dulu, -yang seingat saya dulu kata semester masih belum menggantikan kata caturwulan- pendidikan kanak-kanak mesih menitikberatkan pada perkembangan bakat dan kreatifitas kanak-kanak itu sendiri, mata pelajarannya pun menyenangkan, penuh dengan pelajarang menggambar, mewarnai, cetak tusuk, dan pelajaran-palajaran kreatif lainnya, jadi jangan heran jika dulu benda bernama plastisin atau malam begitu laris. Coba bandingkan dengan generasi platinum sekarang, jangankan bermain plastisin, la wong pendidikan TK saja sudah dijejali dengan materi bahasa Inggris, Huh, kasian.

Dan kini, seiring dengan makin majunya perkembangan teknologi, para anak-anak generasi platinum sudah dijejali dengan berbagai macam candu game online dan game elektronik yang tentu saja mengurangi pendidikan sosialisasi. Sangat berbeda dibandingkan dengan anak-anak jaman dulu yang masih sempat merasakan nikmatnya permainan tradisional anak seperti gobag sodor, kelereng, petak umpet, dsb yang jelas selain bisa melatih sosialisasi dengan teman sebaya, juga sekaligus sebagai media olahraga.

Hehh, sambil menuliskan artikel ini, saya hanya bisa melenguh kecil menyaksikan kemalangan para generasi platinum.